Sabtu, 25 Juni 2011

Bioteknologi

DNA fingerprint, Metode Analisis Kejahatan pada Forensik


DNA fingerprint
Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah salah satu jenis asam nukleat. Asam nukleat merupakan senyawa-senyawa polimer yang menyimpan semua informasi tentang genetika. Penemuan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR) menyebabkan perubahan yang cukup revolusioner di berbagai bidang. Hasil aplikasi dari tehnik PCR ini disebut dengan DNA fingerprint yang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu. Karena setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang berbeda maka dalam kasus forensik, informasi ini bisa digunakan sebagai bukti kuat kejahatan di pengadilan.   
DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya. Dalam kasus-kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA diatas, bergantung pada barang bukti apa yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Seperti jika ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok. Epitel ini masih menggandung unsur DNA yang dapat dilacak.
Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya. Sedangkan jika di TKP ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya. Namun untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan rambut karena diketahui bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan akar rambut terdapat DNA inti sel. Bagian-bagian tubuh lainnya yang dapat diperiksa selain epitel bibir, sperma dan rambut adalah darah, daging, tulang dan kuku.

Metode analisis DNA fingerprint
Sistematika analisis DNA fingerprint sama dengan metode analisis ilmiah yang biasa dilakukan di laboratorium kimia. Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel sampai ke analisis dengan PCR. Pada pengambilan sampel dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan peralatan yang digunakan. Setelah didapat sampel dari bagian tubuh tertentu, maka dilakukan isolasi untuk mendapatkan sampel DNA. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform biasa digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex digunakan untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut. Lama waktu proses tergantung dari kemudahan suatu sampel di isolasi, bisa saja hanya beberapa hari atau bahkan bisa berbulan-bulan.
Tahapan selanjutnya adalah sampel DNA dimasukkan kedalam mesin PCR. Langkah dasar penyusunan DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan amplifikasi (pembesaran) sebuah set potongan DNA yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini dimulai dengan mencampur sebuah primer amplifikasi dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA sudah cukup untuk membuat plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari isolasi satu tetes darah kering, dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari sampel jaringan apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian primer amplifikasi tersebut digunakan untuk penjiplakan pada sampel DNA yang mempunyai urutan basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari DNA Sampel.
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud DNA fingerprint. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta. Finishing dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprint dengan pemilik sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan).
CARBON TRADING
            Carbon trading atau perdagangan karbon dapat didefinisikan sebagai menjual kemampuan pohon yang mampu menyerap karbondioksida dalam rangka menekan keberadaan karbondioksida itu sendiri di atmosfer untuk mengurangi pemanasan global. Carbon trading ini diawali dengan ditandatanganinya Protokol Kyoto yang menegaskan bahwa negara-negara yang tergolong Annex 1 (negara maju penyumbang emisi terbesar)  harus menurunkan tingkat emisi karbonnya dengan penerapan teknologi tinggi dan juga menyumbang kepada negara-negara berkembang untuk mengerjakan proyek pengurangan emisi.
            Protokol Kyoto merupakan sebuah kesepakatan yang menjadi kelanjutan dari berbagai kesepakatan penyelamatan bumi akibat pemanasan global. Protokol Kyoto mewajibkan sejumlah negara industri untuk menurunkan emisi GRK sebesar 5,2 persen dari tingkat emisi tahun 1990 hingga akhir tahun 2012. Untuk mencapai target pengurangan emisi GRK, Protokol Kyoto mengadopsi beberapa mekanisme yaitu perdagangan karbon (carbon trading), implementasi bersama (joint implementation), dan mekanisme pembangunan bersih (CDM-clean development mechanism). Ada dua jenis perdagangan karbon yang dikenal saat ini yaitu perdagangan emisi (emission trading) dan perdagangan kredit berbasis proyek (trading in project based credit). Proyek-proyek pengurangan emisi ini biasanya dilakukan dengan menjaga kelestarian hutan dengan melakukan penanaman pada daerah bukan hutan (afforestasi) maupun penanaman kembali pada hutan yang sudah rusak (reforestasi).
            Mekanisme perdagangan karbon dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Negara berkembang yang memiliki kapasitas niremisi CO2 menghitung kapasitas dasar pengurangan karbon yang disajikan dalam skenario dasar
  2. Perhitungan emisi dasar tersebut dimasukkan dalam kapasitas pengurangan emisi atau yang dikenal dengan Emission Reductions (ERs). Perhitungan tesebut disajikan dalam Skenario Proyek
  3. Negara berkembang menjual kapasitas pengurangan emisi melalui proyek kepada negara industrialis (Negara maju)
  4. Negara maju sebagai penghasil emisi karbon menghitung kapasitas pembelian emisi CO2, volume pembelian, nilai pembelian yang didasarkan pada target pengurangan emisi karbon yang telah disepakati
  5. Negara maju akan membayarkan sejumlah uang, yang telah disepakati bersama, sebagai kompensasi atas pengurangan emisi karbon yang ditetapkan.

MIKROBIOLOGI

Perkembangan Mikrobiologi
Sejarah perkembangan mikrobiologi sebelum ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama, dimulai dengan terbukanya rahasia suatu dunia mikroorganisme melalui pengamatan Leeuwenhoek pada tahun 1675.
Hal ini menimbulkan rasa ingin tahu di kalangan para ilmuwan mengenai asalmula kehidupan. Namun baru kurang lebih pada pertengahan tahun 1860an, ketika teori generatio spontanea dibuktikan ketidakbenarannya dan prinsip biogenesis diterima, pengetahuan mengenai mikroorganisme tidak lagi bersifat spekulatif semata-mata.

Perkembangan Teknik dan Cara Kerja di Laboratorium Mikrobiologi
Selama periode berikutnya antara tahun 1860 dan tahun 1900, banyak dilakukan penemuan dasar yang penting. Perkembangan teori nutfah panyakit dalam tahun1876, hal ini secara tiba-tiba menimbulkan minat terhadap prosedur laboratoris untuk mengisolasi dan mencirikan mikroorganisme. Didalam periode ini ditemukan banyak mikroorganisme penyebab penyakit serta metode-metode untuk mencegah dan mendiagnosis serta mengobati
penyakit-penyakit tersebut. Penemuan-penemuan di bidang mikrobiologi kedokteran membawa perombakan yang besar dan cepat di dalam praktik kedokteran.
Penelaah mikroorganisme di laboratorium dilakukan untuk berbagai tujuan. Misalnya untuk mengetahui identitas masing-masing mikroorganisme yang berbeda, atau proses biologi dasar yang dilakukan oleh mikroorganisme. Pada umumnya metode-metode yang tersedia bagi para mikrobiologiawan memungkinkan untuk pencirian mikroorganisme.

Aplikasi Mikrobiologi dalam Kehidupan Manusia
Mikroba memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena mikroba memberikan keuntungan sekaligus kerugian bagi manusia. Mikroba yang menguntungkan memungkinkan manusia untuk memanfaatkan jasa dan produknya sekaligus. Sementara itu mikroba yang merugikan dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, hewan ternak, bahkan manusia itu sendiri.
Untuk meminimalkan kerugian yang ditimbulkan oleh mikroba, maka manusia menerapkan berbagai teknologi untuk mengendalikan populasi mikroba itu. Pengendalian dilakukan secara kimiawi, fisikawi, mekanis dan sebagainya.

Protista Prokariotik
Keragaman bakteri sangat luas. Tidak seperti organisme lain yang mempunyai kisaran cirri morfologi, fisiologi, dan metabolik yang seluas dan menyamai bakteri. Sebagai contoh, riketsia adalah parasit intraselular, yang sepenuhnya bergantung pada sel inang untuk melakukan beberapa proses vital ataupun untuk memperoleh produk tertentu. Sebaliknya, bakteri genus Thiobacillus memperoleh energi dari oksidasi sulfur dan memperoleh karbon dari karbondioksida. Mikoplasma bentuk tubuhnya sederhana, dan bentuk terkecil tidak dapat dilihat jelas dengan mikroskop cahaya. Sebaliknya, Streptomicetes tumbuh menjadi filamen dengan panjang lebih dari 100 m

Protista Eukariotik
Algae adalah organisme eukariotik fotosintetik aerobik, yang mengandung klorofil a, klorofil lain, dan pigmen-pigmen fotosintetik lain. Pigmen-pigmen tersebut terletak di dalam kloroplas. Habitat algae di mana-mana, selama tersedia cahaya matahari, kelembagaan dan nutrien sederhana. Algae dapat uniselular atau multiselular dan dapat tertata dalam koloni filamen, atau bentuk-bentuk multiselular lainnya. Ada yang mikroskopik dan ada pula yang makrokospik.
Algae bereproduksi dengan cara aseksual dan seksual. Pada setiap tipe reproduksi mereka menggunakan banyak cara. Beberapa algae mempunyai daur hidup yang rumit yang mencakup cara-cara aseksual maupun seksual.
Protozoa mempunyai keragaman yang luas dalam ukuran dan bentuk. Beberapa spesies bersifat polimorfik. Banyak di antara mereka dapat membentuk sista, dan sista itu penting di dalama penularan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh protozoa. Secara struktural protozoa lebih rumit dan biasanya lebih besar daripada protista prokariotik.
Reproduksi pada protozoa ialah melalui proses aseksual dan seksual, tergantung kepada spesies dan kondisi lingkungannya. Beberapa protozoa mempunyai daur hidup yang sangat rumit.
Protozoa memperoleh makanannya melalui banyak cara. Beberapa adalah fotosintetik, yang lain menyerap nutrient terlarut dan yang lain lagi menelan partikel-partikel makanan padat.
Berdasarkan cara pengerakannya terdapat empat kelompok utama protozoa. Kelompok-kelompok ini adalah amoeba, siliata, flagelata, dan sporozoa. Protozoa yang penting secara medis dijumpai di dalam ke empat kelompok tersebut.
Klasifikasi fungi didasarkan pada ciri-ciri morfologis, terutama struktur-struktur yang berkaitan dengan reproduksi, yaitu spora aseksual dan seksual serta tubuh buahnya. Namun demikian identifikasi khamir uniselular, seperti halnya bakteri, membutuhkan evaluasi terhadap banyak ciri fisiologis dan reaksi-reaksi biokimia terutama pada gula.
Ada empat kelas fungi : Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deuteromycetes. Kebanyakan fungi yang merupakan patogen bagi manusia dijumpai dalam kelas Deuteromycetes. Meskipun bukan merupakan kelompok taksonomi tunggal, kapang lendir (Mycomycetes) merupakan sekumpulan mikroorganisme renik yang mempunyai ciri-ciri serta daur hidup morfogenetik (berubah bentuk) seperti amoeba.

Isolasi Mikroba
Kulturisasi bakteri untuk keperluan yang bermanfaat, pada umumnya dilakukan dengan biakan murni. Biakan murni hanya mengandung satu jenis. Untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni, umumnya digunakan dua prosedur yaitu: metode agar cawan dengan goresan dan metode agar tuang.
Biakan adalah medium yang mengandung organisme hidup. Medium itu menye-diakan zat makanan untuk pertumbuhan bakteri. Berbagai resep ramuan untuk membuat media telah dibuat untuk memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis tertentu. Medium pilihan dan diferensial bermaafaat untuk memisahkan beberapa jenis.
Identifikasi jenis menggunakan semua sifat yang berkaitan dengan jenis. Hal ini mencakup morfologi, daya gerak, sifat biokimianya, kebutuhan akan oksigen, reaksi pewarnaan Gram, dan beberapa diantaranya sifat kekebalan.
Dalam pemeliharaan kultur terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga tidak hanya mempertahankan sel agar tetap hidup, tetapi dapat juga memperta-hankan sifat-sifat genotip dan fenotipnya.
Terdapat 3 metode dalam pemeliharaan kultur, antara lain penyimpanan kultur dengan cara pengeringan; metabolisme terbatas; dan penyimpanan kultur dengan cara liofilisasi. Metode yang sering digunakan adalah pengeringan beku.

Pertumbuhan dan Multiplikasi
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi mikroba.
Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi.
Metode pengukuran pertumbuhan yang sering digunakan adalah dengan menentukan jumlah sel yang hidup dengan jalan menghitung koloni pada pelat agar dan menentukan jumlah total sel/jumlah massa sel. Selain itu dapat dilakukan dengan cara metode langsung dan metode tidak langsung. Dalam menentukan jumlah sel yang hidup dapat dilakukan penghitungan langsung sel secara mikroskopik, melalui 3 jenis metode yaitu metode: pelat sebar, pelat tuang dan most-probable number (MPN). Sedang untuk menentukan jumlah total sel dapat menggunakan alat yang khusus yaitu bejana Petrof-Hausser atau hemositometer. Penentuan jumlah total sel juga dapat dilakukan dengan metode turbidimetri yang menentukan: Volume sel mampat, berat sel, besarnya sel atau koloni, dan satu atau lebih produk metabolit. Penentuan kuantitatif metabolit ini dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl.
REVOLUSI HIJAU

            Revolusi hijau merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga tercukupi bahan makanan pokok asal serealia (padi, jagung, gandum dan lain-lain). Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Revolusi hijau, umumnya dilaksanakan di Negara-negara berkembang dan Indonesia.
            Gerakan Revolusi Hijau di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989. Dari Revolusi hijau ini memberi damak positif, yaitu Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada. Akan tetapi, selain memeberikan dampak positif kegiatan ini juga memberi dampak negative yang cukup signifikan, antara lain Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. 
            Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah. Dalam kegiatan revolusi hijau ini menggunakan pestisida dan pupuk buatan. Pestisida digunakan untuk membunuh hama pada tanaman tersebut, akan tetapi para petani menggunakan pestisida untuk membunuh semua yang dianggapnya hama. Akibtanya selain hama, musuh alami pada hama tersebut juga mati. Selain kematian musuh alami, penggunaan pestisida ini mengakibatkan hama tertentu resisten terhadap pestisida tersebut. Sehingga terjadi ledakan hama pada daerah tersebut. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun. Akibatnya kesuburan tanah merosot, berbagai organisme penyubur tanah musnah, tanah mengandung residu, hasil pertanian mengandung residu pestisida, keseimbangan ekosistem rusak, dan terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.
            Kegiatan Revolusi hijau ini bukanlah cara yang tepat untuk meningkatkan hasil produksi di bidang pertanian karena dalam kegiatan ini, para petani tidak diberikan kebebasan untuk menentukan jenis tanaman dan pembudidayaannya, dan petani tidak boleh membiakan bibit sendiri, dan harus menggunakan bibit hasil rekayasa genetika dan sangat bergantung pada pestisida. Revolusi hijau ini hanya menguntungkan para produsen benih, pestisida dan pupuk. Serta tidak mensejahterakan petani padi sendiri. Seharusnya untuk meningkatkan produksi pertanian khususnya di Indonesia sendiri, tidak perlu dilakukan kegiatan Revolusi hijau, cukup dengan memberikan kebebasan kepada para petani untuk mementukan bibit dan cara membudidayakan tanaman itu sendiri, dengan tetap ada pengawasan dari pemerintah. Dengan begitu kesejahteraan petani lebih terjamin dan hasil produksi pertanian pun meningkat.
DAMPAK NEGATIF KERUSAKAN EKOSISTEM RAWA TERHADAP LINGKUNGAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

Oleh:
NURHIDAYANTI
Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas PGRI Palembang


ABSTRAK
Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis. Rawa-rawa juga disebut "pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya. Dengan adanya eksploitasi yang tinggi terhadap ekosistem rawa, dan dengan adanya anggapan tentang rendahnya nilai ekonomis dari suatu rawa memacu terjadinya konversi ekosistem rawa yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan ekosistem rawa. Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang semakin parah dan menjadikan lahan rawa  tersebut menjadi produktif lagi, maka perlu diadakan upaya rehabilitasi. Disamping perencanaan, pengelolaan dan pemanfaatan yang sebaik-baiknya, pengembangan rawa memerlukan penerapan teknologi yang sesuai, pengelolaan tanah dan air  yang tepat.

Key words: Rawa, drainase alamiah, eksploitasi, konversi ekosistem rawa, rehabilitasi.


PENDAHULUAN

Berdasarkan PP No. 27 tahun 1991 tentang rawa, Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis. Konservasi rawa adalah pengelolaan rawa sebagai sumber air yang berdasarkan pertimbangan teknis, sosial ekonomis dan lingkungan, bertujuan menjamin dan memelihara kelestarian keberadaan rawa sebagai sumber air dan meningkatkan fungsi serta pemanfaatannya. Reklamasi rawa adalah upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatan rawa untuk kepentingan masyarakat luas. Jaringan reklamasi rawa adalah keseluruhan saluran baik primer, sekunder, maupun tersier dan bangunan yang merupakan satu kesatuan, beserta bangunan pelengkapnya, yang diperlukan untuk pengaturan, pembuangan, pemberian, pembagian dan penggunaan air.
Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa, yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged) air dangkal. Jenis-jenis flora atau tumbuhan yang umum tumbuh di rawa antara lain durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma sp), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman, dan berbagai jenis lain.
Tempat terjadinya daerah rawa tidak dibatasi ketinggian (elevasi) lahan. Di tempat yang tinggi pun dapat ditemukan rawa di daerah depresi geologis. Genangan air di daerah deprsi ini terjadi karena terkumpulnya limpasan air  hujan pada cekungan tersebut, sirkulasi air dapat terjadi karena adanya evaporasi dan tambahan lewat air tanah.
Daerah rawa memiliki nilai hidrologis bagi lingkungan fisik system hidrologi sungai. Daerah rawa di suatu daerah genangan banjir sungai, dapat berfungsi sebagai filter yang dapat menjernihkan air sebelum masuk ke sungai. Air limpasan dari daerah yang lebih tinggi mengalir masuk ke daerah rawa, karena adanya tumbuh-tumbuhan di daerah rawa tersebut. Kecepatan aliran menjadi kecil yang mengakibatkan terendapkannya sediment suspensi, oleh karena itu pada waktu meninggalkan daerah rawa, air tersebut sudah menjadi lebih jernih. Air tawar di daerah rawa adalah tempat berkembangbiaknya berbagai macam jenis ikan dan burung dan merupakan sumber air minum binatang buas pada saat musim kemarau terutama pada saat terjadi kekeringan. Daerah rawa juga dapat berfungsi sebagai reservoir air yang dapat menjaga keberdaan air tanah di daerah di atasnya.
Rawa-rawa juga disebut "pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
Kondisi ini sangat dilematis, karena cukup tingginya nilai ekonomi dari ekosistem rawa  yang mengakibatkan terjadinya eksploitasi yang tinggi terhadap rawa tersebut, disisi lain adanya anggapan tentang rendahnya nilai ekonomi ekosistem rawa memacu konversi ekosistem rawa menjadi peruntukan lainnya. Kondisi ini jika dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem rawa dan hilangnya ekosistem rawa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak negatif dari kerusakan ekosistem rawa, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan rawa.

RAWA DAN PENYEBAB KERUSAKANNYA

            Rawa adalah lahan dengan kemiringan relative datar disertai adanya genangan air yang terbentuk secara alamiah yang terjadi terus-menerus atau semusim akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri fisik: bentuk permukaan lahan yang cekung, kadang-kadang bergambut, ciri kimiawi: derajat keasaman airnya terendah dan ciri biologis: terdapat ikan-ikan rawa, tumbuhan rawa, dan hutan rawa. Rawa dibedakan kedalam dua jenis, yaitu: rawa pasang surut yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga oleh pasang surutnya air laut dan rawa non pasang surut atau rawa pedalaman yang terletak lebih jauh jaraknya dari pantai sehingga tidak dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.
Rawa juga punya banyak jenisnya, ada hutan rawa air tawar, memiliki permukaan tanah yang kaya akan mineral. Biasanya ditumbuhi hutan lebat; Hutan rawa gambut, terbentuk dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang proses penguraiannya sangat lambat sehingga tanah gambut memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi; Rawa tanpa hutan, merupakan bagian ekosistem rawa hutan. Namun, hanya ditumbuhi tumbuhan kecil seperti semak dan rumput liar.
Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/danau. Karena menempati posisi peralihan antara sistem perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam waktu yang panjang dalam setahun (beberapa bulan) tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau mempunyai air tanah dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian, lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan rushes), vegetasi semak maupun kayukayuan/hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai permukaan air tanah dangkal,atau bahkan tergenang dangkal.
            Rawa mempunyai berbagai manfaat, yaitu sumber cadangan air, dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, mencegah terjadinya banjir, mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai, sumber energi, sumber makanan nabati maupun hewani.
Walau Indonesia memiliki ekosistem rawa yang relatif luas tapi ketika ancaman yang mengganggu eksistensi rawa ini tidak tertangani seperti meningkatnya berbagai pembangunan di sekitar wilayah pesisir, konservasi kemanfaatan –budidaya perairan, infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan tempat perdagangan dan perumahan, serta pertanian- menjadi penyebab berkurangnya sumber daya rawa dan beban berat bagi ekosistem rawa yang ada. Selain ancaman langsung pembangunan tersebut, ternyata sumber daya hutan rawa rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya. Ancaman dari luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan daerah aliran sungai yang serampangan dan meningkatnya pencemaran hasil industri dan domestik (rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi.
Dengan adanya eksploitasi yang tinggi terhadap ekosistem rawa, dan dengan adanya anggapan tentang rendahnya nilai ekonomis dari suatu rawa memacu terjadinya konversi ekosistem rawa yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan ekosistem rawa tersebut. Kerusakan ekosistem rawa harus dapat dicermati dan diperhatikan secara mendalam. Karena dengan adanya kerusakan ekosistem rawa selalu diikuti dengan permasalahan-permasalahan lingkungan, diantaranya terjadinya aberasi pantai, banjir, sedimentasi, menurunnya produktivitas perikanan, sampai terjadinya kehilangan beberapa pulau kecil. Karena dengan kerusakan ekosistem rawa berarti hilangnya bufferzone (daerah penyangga) yang berfungsi untuk menjaga kestabilan ekosistem pesisir, pantai dan daratan.
Kerusakan ekosistem pesisir, pantai dan daratan merupakan suatu hal yang jarang diperhatikan oleh hampir semua orang yang berkecimpung dalam pemanfaatan ekosistem rawa. Sehingga kerusakan ekosistem rawa ini dianggap merupakan suatu hal yang wajar  sebagai dampak yang akan muncul akibat kegiatan pengelolaan. Banyak orang yang cenderung enggan untuk memperbaiki dan merehabilitasi ekosistem rawa yang dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ancaman lainnya langsung yang paling serius terhadap hutan rawa pada umumnya diyakini akibat pembukaan liar lahan bakau untuk pembangunan tambak ikan dan udang. Meskipun kenyataannya bahwa produksi udang telah jatuh sejak beberapa tahun yang lalu, yang sebagian besar diakibatkan oleh hasil yang menurun, para petambak bermodal kecil masih terus membuka areal bakau untuk pembangunan tambak baru.
Salah satu permasalahan yang saat ini timbul sebagai akibat negatif kerusakan ekosistem rawa adalah laju degradasi ekosistem rawa sangat cepat. Bahkan pada daerah Bengkalis dan Indragiri hilir tingkat kerusakan saat ini sudah mencapai 50%. Hal ini kan menyebabkan banyaknya muncul permasalahan-permasalahan lingkungan.

DAMPAK YANG TERJADI AKIBAT KERUSAKAN EKOSISTEM RAWA
            Pemanfaatan ekosistem rawa saat ini, cenderung bersifat merusak, sehingga menyebabkan penurunan luas ekosistem rawa dari waktu ke waktu. Eksploitasi ekosistem rawa yang berlebihan, konversi rawa menjadi kawasan lambak, industri, pemukiman, pertanian, merupakan penyebab utama menurunnya luasan ekosistem rawa. Selain itu bila ekosistem rawa telah rusak akan banyak dampak negative yang dihasilkan dari kerusakan tersebut yang pada akhirnya akan merugikan semua populasi yang ada di daerah sekitar rawa tersebut terutama masyarakat sekitar. Dampaknya antara lain, dapat mengakibatkan kekeringan, dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan, hilangnya fauna dan flora di dalamnya, dan akan menjadi sangat berbahaya apabila mengalami kepunahan yang total pada sebagian besar kawasan di Indonesia, sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang, dan akibat yang lebih parah lagi yaitu akan mengakibatkan banjir.      Korupsi serta lemahnya penegakan hukum merupakan penyebab yang paling utama yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dan punahnya ekosistem rawa yang ada. Adanya tekanan pertumbuhan jumlah penduduk yang demikian besar, yang pada akhirnya terbukti sebagai kekuatan yang paling dominant yang mengakibatkan kawasan rawa ini mengalami kepunahan.
            Proses reklamasi rawa yang berupa proses pengatusan genangan air beserta akibatnya (oksidasi pirit, subsidence, irreversibility tanah gambut) merupakan proses membahayakan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, kiranya kurang dipertimbangkan pada proses perencanaan, sehingga mengakibatkan beberapa kegagalan. Dengan meningkatnya kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan, seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin tebatasnya lahan kering  yang potensial untuk lahan pertanian, maka dimasa mendatang akan menjadi keniscayaan bagi pemerintah untuk memikirkan kembali perlunya pembukaan lahan pertanian baru di daerah reklamasi rawa.
            Ekosistem rawa  terus mengalami penyusutan akibat berbagai tekanan seperti, penebangan liar dan konversi kawasan rawa yang tak terkendali menjadi areal tambak. Konsisi ini didukung dengan adanya desakan unutk memenuhi kebutuhan hidup, terutama oleh masyarakat di sekitar kawasan ekosistem rawa tersebut.
Bahaya terbesar saat ini adalah menyangkut hutan rawa gambut, berhubung teknologi yang ada bagi pengembangan lahan semacam ini belumlah lengkap dan sempurna , sementara lahan rawa gambut apabila mengalami subsiden , drainabilitasnya akan terganggu dan sulit untuk dipulihkan kembali . Untuk saat sekarang nampaknya bagi kebanyakan lahan rawa bertanah gambut hampir tidak ada peluang bagi pengembangan yang berkelanjutan karena status perkembangan dan kemajuan teknologi yang ada saat ini masih belum memungkinkan untuk itu . Bagaimanapun, hutan rawa gambut sebagaimana ditemukan saat ini berada dalam skala luasan  yang demikian besar, dan sekiranya drainabilitas tidak berperan sebagai faktor yang menentukan,maka sesungguhnya cukup terbuka peluang bagi pengembangannya secara berkelanjutan.

UPAYA PENANGGULANGAN KERUSAKAN RAWA
            Dari kerusakan ekosistem rawa yang telah terjadi akan mengakibatkan terjadinya berbagai bencana, salah satunya adalah banjir. Untuk penanggulangannya maka dapat menggunkan siklus pengolaan bencana. Dimana siklus ini mempunyai beberapa tahapan yaitu: pencegahan, mitigasi, persipan, respon, penyembuhan dan pembangunan kembali. Semua tahap ini saling terkait dalam sebuah siklus sehingga satu tahap tidak akan efektif tanpa kehadiran yang lainnya. Dengan kata lain, tahap sebelum kejadian-pencegahan, persiapan, dan mitigasi sama pentingnya dengan respon, penyembuhan dan pembangunan kembali.
Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang semakin parah dan menjadikan lahan rawa  tersebut menjadi produktif lagi, maka perlu diadakan upaya rehabilitasi. Disamping perencanaan, pengelolaan dan pemanfaatan yang sebaik-baiknya, pengembangan rawa memerlukan penerapan teknologi yang sesuai, pengelolaan tanah dan air  yang tepat. Pemanfaatan serta pengeloaan yang tepat dengan karakteristik, sifat dan kelakuan serta pembangunan prasarana, sarana pembinaan sumber daya manusia dan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan dapat mengubah lahan tidur menjadi lahan produktif.
            Upaya lain untuk meminimalisasi rusaknya ekosistem rawa diperlukan berbagai upaya dengan model pelestarian yang tepat untuk mencapai keberhasilan. Hal ini penting dilakukan, karena upaya yang dilakukan instansi terkait sering mengalami kegagalan. Upaya pelestarian yang bersifat topdown yang mengesampingkan unsur masyarakat ternyata mengakibatkan ketidakberhasilan. Padahal keberadaan masyarakat sekitar ekosistem rawa sangat berpengaruh terhadap pelestarian ekosistem rawa.
Agar terciptanya ekosistem yang produktif maka pengelolaan SDA rawa harus diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan pembinaan yang tujuannya mengusahakan agar penurunan daya produksi alam akibat tindakan eksploitasi dapat diimbangi dengan tindakan peremajaan dan pembinaan. Sehingga manfaat yang diperoleh dapat maksimal dan tentunya secara terus menerus. Karena dalam pengelolaan  rawa yang berkelanjutan, pertimbangan ekologi dan ekonomi harus seimbang. Oleh karena itu pemanfaatan berbagai jenis produk yang diinginkan oleh pengelola dapat dicapai dengan mempertahankan kelestarian SDA tersebut dan lingkungannya.Dengan demikian secara filosofis, pengelolaan SDA rawa yang berkelanjutan jelas untuk memenuhi kebutuhan saat ini dengan tanpa mengabaikan pemenuhan kebutuhan bagi generasi yang akan datang, baik dari segi keberlanjutan hasil maupun fungsi, karena telah hidup berjuta asa di ekosistem rawa.

PENUTUP

            Rawa adalah lahan dengan kemiringan relative datar disertai adanya genangan air yang terbentuk secara alamiah yang terjadi terus-menerus atau semusim akibat drainase alamiah yang terhambat. Eksploitasi ekosistem rawa yang berlebihan, konversi rawa menjadi kawasan lambak, industri, pemukiman, pertanian menyebabkan kekeringan, dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan, hilangnya fauna dan flora di dalamnya, dan akan menjadi sangat berbahaya apabila mengalami kepunahan yang total pada sebagian besar kawasan di Indonesia, sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang, dan akibat yang lebih parah lagi yaitu akan mengakibatkan banjir. Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang semakin parah dan menjadikan lahan rawa  tersebut menjadi produktif lagi, maka perlu diadakan upaya rehabilitasi.

REFERENSI

http://lianaindonesia.wordpress.com/2006/09/23/30/
http://one.indoskripsi.com/artikel-skripsi-tentang/ekosistem-rawa
http://www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1991/27-1991.htm
Miththapala, Sriyanie. 2008. Pengintegrasian Perlindungan Lingkungan Dalam Pengelolaan Bencana. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.

Rabu, 25 Mei 2011

G kerasa udah malam terakhir di Mariana.. Melakukan penelitian selama 9 hari benar-benar menjadi pengalaman yang berharga dan tidak bisa dilupakan.. Sedih, senang, bingung, takut menjadi satu.. Menginap ditempat yang jauh dari keramaian, hidup secara sederhana, dan dapat saling menghargai satu sama lain..
Hari pertama disini terasa begitu asing, biasa hidup dengan keramaian.. riuhnya suara orang yang berbelanja dipasar, bertemu dengan teman-teman baik yang dikampus ataupun yang di dekat rumah.. Mungkin saat itu masih belum terbiasa, berdua bersama sahabat q menghabiskan malam yang terasa begitu panjang, ingin rasanya malam itu cepat berlalu.. Bahkan untuk mencari makan siangpun sulit apalagi untuk makan malam.. Menyambut pagi dengan suasana yang begitu sejuk, mendengar desiran ombak yang membuat hati menjadi terasa begitu tenang, dan kala sore datang sambil melihat matahari terbenam.. 

Menghadapi masa sulit, demi menyelesaikan penelitian skripsi agar cepat menjadi sarjana dan orang yang dibanggakan oleh orang tua..Tapi kini, masa-masa sulit itu akan segera berlalu, malam ini menjadi malam terakhir.. Menghabiskan malam bersama teman-teman.. Bernostalgia tentang masa lalu, bercerita tentang apapun, bahkan menghayalkan masa depan.. Benar-benar unik dan menyenangkan.. Tak akan q lupa saat-saat seperti ini.. 

Anehnya, disaat malam terakhir seperti ini, malah merasa kangen pada seseorang.. Seseorang yang selama ini menjadi semangat dan hidup q.. Hampir satu bulan tidak ada komunikasi dan kabar dari dirinya.. Ingin sekali rasanya menghubunginya, bahkan hanya untuk sekedar mendengar suaranya walau hanya sebentar..
Tuhan.. Aq merasa sangat kangen padanya.. Apa mungkin dia tau aq begitu merindukannya disini? Ketika aq merasa kangen seperti saat ne, tapi aq malah tidak bisa menghubunginya, karena dia yang meminta q untuk tidak menghubunginya.. Ya Allah, kuatkan aq menghadapi semua ini.. Jadikan aq umat-Mu yang lebih baik lagi.. Semoga setelah ini akan ada kebahagian buat kami berdua.. Amin..

Jumat, 06 Mei 2011

All About Love

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga..
Jadi, jika kau ingin melupakan seseorang cukup dengan menutup telinga, tapi apabila kau mencoba menutup matamu dari orang yang kau cinta, cinta itu berubah menjadi tetesan air mata dan terus tinggal di hatimu dalam jarak waktu yang cukup lama...

CINTA yang AGUNG adalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya..

Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku turut berbahagia untukmu’...

Pernahkah kamu merasakan bahwa kamu mencintai seseorang meski kamu tahu ia tak lagi sendiri dan meski kamu tahu cintamu mungkin tak berbalas tapi kamu tetap mencintainya…?
Pernahkah kamu merasakan bahwa kamu sanggup melakukan apa saja demi seseorang yang kamu cintai meski kamu tahu ia takkan pernah peduli ataupun ia peduli dan mengerti tapi ia tetap pergi…?
Pernahkah kamu merasakan hebatnya cinta, tersenyum kala terluka, menangis kala bahagia, bersedih kala bersama, tertawa kala berpisah..????
Aku pernah tersenyum meski terluka karena aku yakin Tuhan akan menjadikannya untukku…
Aku pernah menangis kala bahagia karena aku takut kebahagiaan cinta ini akan sirna begitu saja…
Aku pernah bersedih kala bersamanya, karena aku takut, aku ‘kan kehilangan dia suatu saat nanti dan…
Aku juga pernah tertawa saat berpisah dengannya karena sekali lagi cinta tak harus memiliki dan Tuhan pasti telah menyiapkan cinta yang lain untukku…
Aku tetap bisa mencintainya meski ia tak dapat ku rengkuh dalam pelukanku karena memang cinta ada dalam jiwa dan bukan dalam raga…

Cinta tak harus berakhir bahagia…..karena cinta tidak harus berakhir…..Cinta sejati mendengar apa yang tidak dikatakan….dan mengerti apa yang tidak dijelaskan, sebab cinta tidak datang dari bibir dan lidah atau pikiran……melainkan dari HATI...