Sabtu, 25 Juni 2011

REVOLUSI HIJAU

            Revolusi hijau merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga tercukupi bahan makanan pokok asal serealia (padi, jagung, gandum dan lain-lain). Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Revolusi hijau, umumnya dilaksanakan di Negara-negara berkembang dan Indonesia.
            Gerakan Revolusi Hijau di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989. Dari Revolusi hijau ini memberi damak positif, yaitu Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada. Akan tetapi, selain memeberikan dampak positif kegiatan ini juga memberi dampak negative yang cukup signifikan, antara lain Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. 
            Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah. Dalam kegiatan revolusi hijau ini menggunakan pestisida dan pupuk buatan. Pestisida digunakan untuk membunuh hama pada tanaman tersebut, akan tetapi para petani menggunakan pestisida untuk membunuh semua yang dianggapnya hama. Akibtanya selain hama, musuh alami pada hama tersebut juga mati. Selain kematian musuh alami, penggunaan pestisida ini mengakibatkan hama tertentu resisten terhadap pestisida tersebut. Sehingga terjadi ledakan hama pada daerah tersebut. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun. Akibatnya kesuburan tanah merosot, berbagai organisme penyubur tanah musnah, tanah mengandung residu, hasil pertanian mengandung residu pestisida, keseimbangan ekosistem rusak, dan terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.
            Kegiatan Revolusi hijau ini bukanlah cara yang tepat untuk meningkatkan hasil produksi di bidang pertanian karena dalam kegiatan ini, para petani tidak diberikan kebebasan untuk menentukan jenis tanaman dan pembudidayaannya, dan petani tidak boleh membiakan bibit sendiri, dan harus menggunakan bibit hasil rekayasa genetika dan sangat bergantung pada pestisida. Revolusi hijau ini hanya menguntungkan para produsen benih, pestisida dan pupuk. Serta tidak mensejahterakan petani padi sendiri. Seharusnya untuk meningkatkan produksi pertanian khususnya di Indonesia sendiri, tidak perlu dilakukan kegiatan Revolusi hijau, cukup dengan memberikan kebebasan kepada para petani untuk mementukan bibit dan cara membudidayakan tanaman itu sendiri, dengan tetap ada pengawasan dari pemerintah. Dengan begitu kesejahteraan petani lebih terjamin dan hasil produksi pertanian pun meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar